Jumat, 21 Januari 2011

SUMBER ENERGI ALTERNATIF MENUJU KETAHANAN ENERGI NASIONAL


Kebutuhan energi merupakan sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia saat ini, Energi mempunyai peranan penting dalam kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan sesuai kesepakatan dunia dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD). Untuk itulah dikembangkan berbagai metode pengukuran energi yang menggunakan sistem Otomasi atau yang sering dikenal dengan istilah AEMS (Automated Extraction Monitoring System
Pemakaian energi dunia untuk waktu mendatang seperti diperkirakan Energy Information Administration (EIA) hingga tahun 2025 masih didominasi oleh bahan bakar dari fosil: minyak, gas alam dan batubara, untuk energi terbarukan masih relatif sedikit. Sedangkan dari segi pemakaian, sumber energi minyak secara global didominasi untuk transportasi, dan ini sampai 2025 diperkirakan masih terus berlanjut meningkat, sedangkan untuk daerah komersial dan tempat tinggal dapat dikatakan tidak banyak perubahan.Kebutuhan listrik dunia diproyeksikan akan meningkat dari 14.275 milyar watt ditahun 2002 melonjak menjadi 26.018 milyar watt ditahun 2025, dan untuk mendapatkan energi listrik tersebut sebagian besar adalah dari batubara yaitu hampir 40%, diikuti dengan gas yang semakin meningkat.
Di Asia diproyeksikan kebutuhan energi akan meningkat dari 110 quadrilliun Btu (Qbtu) ditahun 2002 menjadi 221 QBtu di tahun 2025 atau meningkat dua kali lipat dalam jangka waktu 23 tahun. Dari peningkatan yang demikian tinggi tersebut, China merupakan negara yang peningkatannya sangat tinggi yaitu dari 43 Qbtu ditahun 2002 menjadi 109 Qbtu ditahun 2025.Dengan kondisi kebutuhan energi yang demikian besar, beberapa Negara mencanangkan penghematan energi seperti di Jepang, Malaysia,Thailand dll.
Di Malaysia dicanangkan program SREP (Small Renewable Energy Power) dan dibentuk Special Committee on Renewable Energy (SCORE) untuk menjalankan program tersebut. Sedangkan Thailand membentuk EPPO (Energy Policy and Planning Office). Dalam kebijaksanaannya EPPO mengarah untuk menekan pemakaian energi dari fosil sampai 70 % dengan Strategic Plan Energy Conservation selama sepuluh tahun. Strategi tersebut diutamakan dalam meningkatkan efisiensi dan ekonomis pada sektor transportasi, industri dan rumah tinggal. Untuk menuju hal tersebut dilakukan pengembangan sumber daya manusia, dan meningkatkan kesadaran masyarakat dengan berbagai kampanye. Untuk arah energy alternative Thailand membentuk DAEDE (Department of Alternative Energy Development and Efficiency). Saat ini Thailand sudah mempunyai energi terbarukan sekitar 17% dari seluruh keperluan energi, dan kemampuan domestic untuk hal tersebut mencapai lebih dari 53%, dan import sekitar 46%.
Penggunaan energi di Indonesia juga seperti yang terjadi di dunia secara umum yaitu meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian maupun perkembangan teknologi. Pemakaian energi mix di Indonesia saat ini lebih dari 90% menggunakan energi yang berbasis fosil, yaitu minyak bumi 54,4%, gas 26,5% dan batubara 14,1%. Untuk energi dengan Panas bumi 1,4%, PLTA 3,4%, sedangkan energi baru dan terbarukan (EBT) lainnya 0,2%. Sedangkan cadangan minyak bumi terbukti saat ini diperkirakan sebesar 9 milyar barel, dengan tingkat produksi rata-rata 0,5 milyar barrel per tahun, maka cadangan tersebut dapat habis dalam waktu sekitar 18 tahun. Cadangan yang diperkirakan untuk gas 170 TSCF (trilion standart cubic feed) sedangkan kapasitas produksi mencapai 8,35 BSCF (billion standart cubic feed) yang dibagi untuk ekspor 4,88 BSCF dan untuk domestik 3,47 BSCF.
Cadangan batubara di Indonesia diperkirakan ada 57 miliar ton dan merupakan cadangan yang sudah dieksplorasi sebesar 19,3 miliar ton, dengan kapasitas produksi sebesar 131,72 juta ton per tahun. Sehingga jika tidak ada penambahan eksplorasi, cadangan batubara tersebut akan dapat bertahan selama 147 tahun.      Dari segi cadangan Indonesia masih mempunyai cukup besar,  tetapi permasalahan utama yang terjadi di Indonesia adalah kebijaksanaan yang belum dapat memberikan ketahanan energi secara nasional, dimana masih banyak yang belum mendapatkan pasokan energi seperti listrik, produksi minyak yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga perlu import, harga minyak yang disubsidi memberatkan keuangan pemerintah, dan jika dilakukan penyesuaian dengan harga internasional terjadi gejolak dimasyarakat karena daya beli yang masih rendah dll.     
Saat ini ketersediaan listrik di Indonesia baru mencapai 21,6 GW atau 108 watt per orang, hal itu hampir sama dengan di India yang hanya seper enamnya Malaysia(609 watt/orang) dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan Jepang yang mencapai 1.874 watt/orang. Padahal potensi adanya energi listrik di Indonesia sangat besar, yaitu dari sumber energi non fosil seperti panas bumi setara 27 Giga watt (GW), tenaga air 75 GW, biomasa 49 GW, tenaga matahari 48 kWh/m2/hari, tenaga angin 9 GW, uranium 32 GW atau total ada lebih 230 GW dan dimanfaatkan untuk listrik baru 10%.     
Ketersediaan energi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia masih sangat rendah yaitu 0,467 toe per kapita, dibanding dengan Jepang yang mencapai 4,14 toe/kapita, tetapi dilain pihak terjadi pemborosan yang sangat besar, yaitu 470 toe perjuta US dolar, sedangkan Jepang hanya 92,3 toe perjuta US dolar.Untuk mengatasi permasalahan di bidang energi, telah dibuat berbagai kebijaksanaan seperti Kebijakan umum bidang energi (KUBE) sejak tahun 1981 dan telah dilakukan perbaikan pada tahun 1987, 1991 dan 1998. Kemudian Kebijakan Energi Nasional (KEN) dibuat pada tahun 2003. Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau) yang dikeluarkan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral 22 Desember 2003.Kebijaksanaan yang diatas belum dapat menjawab permasalahan secara menyeluruh, sehingga untuk operasional kebijaksanaan tersebut kemudian dibuat Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025 yang mencanangkan: Pemakaian energi mix untuk minyak menjadi 26,2%, Gas bumi 30,6%, batubara 32,7%, PLTA 2,4%, Panas bumi 3,8% dan yang lainnya sebesar 4,4% merupakan energi:  biofuel, tenaga surya, tenaga angin. Fuelcell, biomasa, tenaga nuklir dll.
Blueprint tersebut belum diformalkan menjadi kebijaksanaan pemerintah, sehingga belum secara nasional mengacu. Untuk itu diusulkan segera dibuatnya undang undang energi sebagai payung utama dalam hal energi, kemudian penyesuaian undang-undang yang terkait dengan undang-undang energi, seperti undang-undang ketenaga-nukliran, kelistrikan, panas bumi, migas dll. Undang-undang tersebut perlu diikuti dengan instrumen-instrumen untuk memudahkan pelaksanaan baik dipusat maupun di daerah.Juga perlu dilakukan perbaikan kebijaksanaan dalam harga, selain untuk menekan subsidi juga untuk menekan terjadinya penyelundupan BBM keluar negeri, pencampuran berbagai jenis minyak dll. Dalam hal ini koordinasi secara nasional diperlukan, terutama dengan penegak hukum baik Polisi maupun TNI serta perangkat hukum lainnya. 
Kebijaksanaan didaerah yang saat ini kebanyakan menunggu kebijaksanaan dari pusat, dengan adanya undang-undang energi dan programnya yang jelas dapat menentukan arah pembangunan energi yang ada didaerahnya sesuai dengan potensi yang ada.Instrumen kebijaksanaan dibidang fiscal yang berkaitan dengan energi sangat penting, seperti diperlukan adanya berbagai insentif secara adil dan konsisten. Insentif yang diperlukan, di antaranya, adalah: pemberian insentif pajak berupa penangguhan, keringanan dan pembebasan pajak pertambahan nilai, serta pembebasan pajak bea masuk kepada perusahaan yang bergerak di bidang energi terbarukan dan konservasi energi; penghargaan kepada pelaku usaha yang berprestasi dalam menerapkan prinsip konservasi energi dan pemanfaatan energi terbarukan; penghapusan pajak barang mewah terhadap peralatan energi terbarukan dan konservasi energi; memberikan dana pinjaman bebas bunga untuk bagian enjinering dari investasi pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi.
Penelitian dan pengembangan di bidang energi alternatif dan konservasi energi perlu diarahkan untuk meningkatkan kemampuan nasional di bidang penguasaan Iptek dalam rangka pengembangan industri yang berkaitan dengan jasa dan teknologi energi terbarukan dan konservasi energi melalui kerja sama dengan lembaga atau industri penelitian dan pengembangan unggulan. Selain programnya juga perlu dianggarkan dengan baik, biaya untuk penelitian dan pengembangan yang diambil dari pengurangan subsidi, maupun anggaran khusus yang dapat mengurangi kerugian social ekonomi karena permasalahan pemborosan pemakaian energi.
Anggaran pemerintah untuk energi alternatif di usulkan 2,5% dari angaran subsidi, baik subsidi untuk minyak maupun subsidi untuk listrik dan dari tahun ketahun diberikan prioritas kenaikan untuk mempercepat penyelesaian permasalahan energi.Instrumen kebijaksanaan pendidikan perlu ditujukan untuk membuka inisiatif masyarakat dalam mengimplementasikan energi alternatif dan konservasi energi. Selain itu diperlukan regulasi keteknikan untuk menjamin penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif dan konservasi energi yang berkualitas tinggi, aman, andal, akrab lingkungan.Juga pemberlakukan standar untuk memberikan jaminan akan kualitas produk, baik produk energi maupun produk peralatan/sistem energi yang diproduksi di dalam negeri ataupun di luar negeri, yang berhubungan dengan energi terbarukan dan konservasi energi. Jika di Malaysia ada SCORE dan Thailand membentuk EPPO, di Indonesia selain organisasi di Departemen ESDM, telah dibentuk BP Migas.
Untuk mengelola khusus energi terbarukan dan konservasi energi, sebaiknya dibentuk badan energi terbarukan dan konservasi energi diluar departemen yang ada. Hal yang perlu disadari adalah penyelesaian energi nasional tidak dapat diselesaikan dalam jangka pendek, tetapi mencakup kebijaksanaan jangka panjang yang sangat komprehensif. Sangat diperlukan suatu kebijaksanaan makro, jangka panjang secara holistik dan komprehensif yang dilakukan secara konsisten terus menerus. 
REKOMENDASI
Cadangan energi di Indonesia masih besar, tetapi belum dapat memberikan ketahanan energi nasional, sedangkan pemakaian energi yang berbasis fosil mempunyai keterbatasan, sehingga perlu dilakukan penghematan dan efisiensi yang tinggi. Terutama untuk energi minyak bumi, selain cadangan yang terbatas kemampuan produksi dalam negeri dari tahun ketahun menurun dan tidak dapat memenuhi kuota dari OPEC.
Untuk itu diusulkan segera dibuatnya undang undang energi sebagai payung utama dalam hal energi, kemudian penyesuaian undang-undang yang terkait dengan undang-undang energi, seperti undang-undang ketenaga nukliran, kelistrikan, panas bumi, migas dll. Undang-undang tersebut perlu diikuti dengan instrumen-instrumen untuk memudahkan pelaksanaan baik dipusat maupun di daerah. Juga perlu ditetapkan program yang jelas, seperti yang tertera dalamblueprint energi yang perlu dilakukan sinkronisasi dengan kebijaksanaan perumahan, transportasi, industri maupun daerah komersiil. Hasil blueprinttersebut perlu diformalkan untuk menjadi acuan nasional, sehingga semua kebutuhan yang berkaitan dengan energi harus disesuaikan dengan blueprinttersebut.
Perlu adanya perbaikan kebijaksanaan dalam harga, selain untuk menekan subsidi juga untuk menekan terjadinya penyelundupan BBM keluar negeri, pencampuran berbagai jenis minyak dll. Dalam hal ini koordinasi secara nasional diperlukan, terutama dengan penegak hukum baik Polisi maupun TNI serta perangkat hukum lainnya.  Kebijaksanaan didaerah yang saat ini kebanyakan menunggu kebijaksanaan dari pusat, dengan adanya undang-undang energi dan programnya yang jelas dapat menentukan arah pembangunan energi yang ada didaerahnya sesuai dengan potensi yang ada.
Instrumen kebijaksanaan dibidang fiskal yang berkaitan dengan energi sangat penting, seperti diperlukan adanya berbagai insentif secara adil dan konsisten. Insentif yang diperlukan,  diantaranya, adalah: pemberian insentif pajak berupa penangguhan, keringanan dan pembebasan pajak pertambahan nilai, serta pembebasan pajak bea masuk kepada perusahaan yang bergerak dibidang energi terbarukan dan konservasi energi; penghargaan kepada pelaku usaha yang berprestasi dalam menerapkan prinsip konservasi energi dan pemanfaatan energi terbarukan; penghapusan pajak barang mewah terhadap peralatan energi terbarukan dan konservasi energi; memberikan dana pinjaman bebas bunga untuk bagian engineering dari investasi pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi.
Penelitian dan pengembangan dibidang energi alternatif dan konservasi energi perlu diarahkan untuk meningkatkan kemampuan nasional di bidang penguasaan Iptek dalam rangka pengembangan industri yang berkaitan dengan jasa dan teknologi energi terbarukan dan konservasi energi melalui kerja sama dengan lembaga atau industri penelitian dan pengembangan unggulan.
Selain programnya juga perlu dianggarkan dengan baik beaya untuk penelitian dan pengembangan yang diambil dari pengurangan subsidi, maupun anggaran khusus yang dapat mengurangi kerugian social ekonomi karena permasalahan pemborosan pemakaian energi. Anggaran pemerintah untuk energi alternatif di usulkan 2,5% dari angaran subsidi, baik subsidi untuk minyak maupun subsidi untuk listrik dan dari tahun ketahun diberikan prioritas kenaikan untuk mempercepat penyelesaian permasalahan energi.Instrumen kebijaksanaan pendidikan perlu ditujukan untuk membuka inisiatif masyarakat dalam mengimplementasikan energi alternatif dan konservasi energi.
Selain itu diperlukan regulasi keteknikan untuk menjamin penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif dan konservasi energi yang berkualitas tinggi, aman, andal, akrab lingkungan.Juga pemberlakukan standar untuk memberikan jaminan akan kualitas produk, baik produk energi maupun produk peralatan/sistem energi yang diproduksi di dalam negeri ataupun di luar negeri, yang berhubungan dengan energi terbarukan dan konservasi energi. Jika di Malaysia ada SCORE dan Thailand membentuk EPPO, di Indonesia selain organisasi di Departemen ESDM, telah dibentuk BP Migas.
Untuk mengelola khusus energi terbarukan dan konservasi energi, sebaiknya dibentuk badan energi terbarukan dan konservasi energi diluar departemen yang ada.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI (ENERGI HIJAU)


Berbicara mengenai konsevasi energi, mungkin hanya sedikit diatara kita yang mengetahui seperti apa regulasi serta kebijakan pemerintah. Saatnya kita kita untuk sedikit lebih tau seperti apakah kebijakan dalam renewable energy itu? Berikut saya sampaikan kutipan dari beberapa artikel yang membahas seputar kebijakan tersebut.
(klik disini untuk mengenal lebih jauh tentang energi)
a. Kebijakan Investasi dan Pendanaan
  1. Investasi di bidang energi terbarukan dan konservasi energi perlu terus ditingkatkan secara lebih merata dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kalangan swasta, koperasi BUMN, dan badan usa milik daerah (BUMD) Pemerintah Daerah perlu didorong agar dapat menciptakan iklim investasi energi terbarukan dan konservasi energi guna menarik investor.
  2. Kegiatan pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi memerlukan dana yang besar. Untuk itu, perlu diciptakan suatu mekanisme pendanaan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha di bidang energi terbarukan dan konservasi energi seperti dana bergulir, dana jaminan (loan guarantee), pinjaman lunak, dan mikrokredit.
  3. Untuk mendorong investasi di bidang energi terbarukan dan konservasi energi, perlu adanya beberapa kebijakan, antara lain: penciptaan iklim investasi yang memberikan rangsangan dalam segi finansial, moneter, dan fiskal; pemberian insentif investasi berupa mekanisme sistem investasi yang kondusif dan suku bunga rendah; peningkatan sistem dan mekanisme kemitraan di antara pelaku usaha dalam penyediaan dan pemanfaatan energi terbarukan dan konservasi energi.
b. Kebijakan Insentif
  1. Pada saat ini, kegiatan di bidang energi terbarukan dan konservasi energi masih belum menarik. Untuk itu, agar kegiatannya dapat ditingkatkan, diperlukan adanya berbagai insentif secara adil dan konsisten. Insentif yang diperlukan, di antaranya, seperti berikut: pemberian insentif pajak berupa penangguhan, keringanan dan pembebasan pajak pertambahan nilai, serta pembebasan pajak bea masuk kepada perusahaan yang bergerak di bidang energi terbarukan dan konservasi energi; penghargaan kepada pelaku usaha yang berprestasi dalam menerapkan prinsip konservasi energi dan pemanfaatan energi terbarukan; penghapusan pajak barang mewah terhadap peralatan energi terbarukan dan konservasi energi; memberikan dana pinjaman bebas bunga untuk bagian enjinering dari investasi pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi.
  2. Pemberian insentif fiskal dan non fiskal tertentu diatur melalui suatu peraturan pemerintah.
c. Kebijakan Harga Energi
  1. Salah satu penghambat berkembangnya energi terbarukan dan konservasi energi secara optimal adalah adanya kebijakan subsidi harga energi yang selama ini diterapkan. Untuk itu, agar keekonomian energi terbarukan dapat bersaing dengan energi konvensional, perlu ditempuh kebijakan yang menyangkut harga energi, di antaranya melanjutkan penghapusan subsidi harga energi secara bertahap dan berencana. 
d. Kebijakan Standardisasi dan Sertifikasi
  1. Standardisasi, sertifikasi dan akreditasi melalui benchmarking dengan lembaga/industri unggulan terus dikembangkan dan ditingkatkan agar dapat meningkatkan daya saing produk dan jasa Indonesia. Kebijakan penerapan standar dengan penandaan dan pelabelan untuk produk teknologi energi diterapkan dan disebarluaskan.
  2. Tujuan pemberlakukan standar adalah untuk memberikan jaminan akan kualitas produk, baik produk energi maupun produk peralatan/sistem energi yang diproduksi di dalam negeri ataupun di luar negeri, yang berhubungan dengan energi terbarukan dan konservasi energi. Dengan terciptanya standardisasi nasional diharapkan dapat memberikan rasa aman kepada consumen, penghematan menyeluruh pada produsen, dan dapat menjadi landasan pemerintah dalam pembuatan peraturan.
  3. Standar Nasional Indonesia (SNI) Energi terbarukan dan konservasi energi yang menyangkut kesehatan, keamanan, keselamatan dan fungĂ­s lingkungan hidup diberlakukan sebagai standar wajib. Permberlakuan standar wajib harus mempertimbangkan kesiapan produsen, kesiapan lembaga sertifikasi/laboratorium penguji, prosedur dan mekanisme.
  4. Kegiatan standardisasi tidak dapat dipisahkan dari akreditasi dan sertifikasi. Kegiatan sertifikasi mempunyai fungsi yang penting, terutama untuk memberikan kemudahan dalam pasar global, jaminan kualitas dalam perdagangan produk dan jasa, dan sebagai alat proteksi bagi masuknya produk bermutu rendah atau tidak memenuhi standar.
e. Kebijakan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
  1. Kualitas sumber daya manusia ditingkatkan secara berkesinambungan untuk mengikuti perkembangan yang makin menuntut kecanggihan teknologi, efisiensi dan produktivitas yang tinggi serta kearifan di dalam menangani masalah energi terbarukan dan konservasi energi, terutama dalam hal proses penguasaan dan alih teknologi.
  2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, penelitian dan pengembangan, dan industri yang terkait. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di bidang energi terbarukan dan konservasi energi perlu ditingkatkan sehingga tenaga-tenaga tersebut mampu mengembangkan industri energi terbarukan dan konservasi energi dalam negeri yang tangguh. Selain itu, profesionalisme sumber daya manusia di bidang jasa dan teknologi energi yang mampu bersaing di pasaran internasional perlu ditingkatkan.
f. Kebijakan Sistem Informasi
  1. Keberadaan dan fungsi pengelolaan informasi energi terbarukan dan konservasi energi secara berkesinambungan terus ditingkatkan dan diterapkan, terutama untuk menciptakan koordinasi yang lebih baik dalam pembangunan energi terbarukan dan konservasi energi, dan meningkatkan daya saing.
  2. Data dan informasi perlu disusun dan dikelola secara terpadu. Untuk itu perlu diciptakan jaringan pengelolaan data energi terbarukan dan konservasi energi (green energy and data management network) yang mampu mengumpulkan, mencatat, dan menghimpun informasi yang berkaitan dengan energi terbarukan dan konservasi energi dan unsur yang terkait dengannya. Hubungan dan koordinasi antara pusat dengan daerah, satu daerah dengan daerah lainnya, diperlukan untuk mewujudkan sistem informasi yang terpadu
g. Kebijakan Penelitian dan Pengembangan
  1. Penelitian dan pengembangan di bidang energi terbarukan dan konservasi energi diarahkan untuk meningkatkan kemampuan nasional di bidang penguasaan iptek dalam rangka pengembangan industri yang berkaitan dengan jasa dan teknologi energi terbarukan dan konservasi energi melalui kerja sama dengan lembaga atau industri penelitian dan pengembangan unggulan.
  2. Pola pendekatan dilaksanakan secara serempak yang dimulai dengan memprioritaskan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan: teknologi energi terbarukan; teknologi energi efisien; dan penggunaan produksi barang dan jasa dalam negeri (local content) melalui kerja sama dengan lembaga atau industri penelitian dan pengembangan unggulan
h. Kebijakan Kelembagaan
  1. Fungsi lembaga yang menangani energi terbarukan dan konservasi energi perlu diperkuat. Untuk itu, diperlukan beberapa kebijakan di antaranya: mengembangkan dan memperkuat jejaring energi terbarukan dan konservasi energi pada tingkat nasional, regional, dan internasional; menyebarluaskan informasi tentang energi terbarukan dan konservasi energi, antara lain melalui kampanye, pendidikan dan pelatihan, dan percontohan; meningkatkan pemahaman semua jajaran Pemerintah dalam hal sense of urgency dan bersinergi pada dan antar lembaga Pemerintah dalam penerapan peraturan mengenai energi terbarukan dan konservasi energi. 
Dikutip dari http://tfugm2002.wordpress.com